Mengapa Sertifikasi FSC Demikian penting?
Ada sebuah tempat yang selama beberapa bulan belakangan ini, sementara saya jadikan tempat nongkrong selama beberapa jam pada siang hari. Itu istilah santainya. Istilah mulianya adalah berkarya. Istilah susahnya adalah bekerja. Karena pekerjaan saya membuat setting manajemen perusahaan dan melatih orang-orang yang mengoperasikan perusahaan itu.
Apapun namanya, sudah menjadi ritme kerja saya, bekerja 2 jam dan harus istirahat dulu atau mengejakan hal lain yang bisa saja sama sekali berbeda dari pekerjaan pertama. Oleh karena itu, dalam sehari saya bisa mengerjakan 5 sampai 6 jenis pekerjaan yang berbeda dan tidak pernah bermasalah atau menjadikan stres karena pekerjaan itu. Malahan satu item pekerjaan menjadi penyumbang ide pekerjaan untuk pekerjaan yang lain. Ini pun dimungkinkan karena saya tinggal di kota yang jalanannya tidak macet sehingga perjalanan selalu bisa diperkirakan berapa menit menempuhnya, seandainya sarana telepon dan e-mail tidak cukup untuk menanganinya.
Tempat yang saya bicarakan tadi adalah sebuah workshop . Saya enggan menyebut workshop itu sebagai pabrik karena dari segi besar tidak bisa disebut demikian, semoga pemilik workshop itu setuju dengan pendapat saya dari segi yang dikerjakan, lebih kearah workmanship dan craftmanship yang menurut saya, jauh dari kesan pabrik. Dari workshop ini, perusahaan ini menghasilkan barang-barang yang mengisi istana di carribia, villa, hotel-hotel di Jerman, dan rumah-rumah mewah di Jakarta dan kota-kota besar lain di Jawa.
Saya ingin bercerita tempat itu sebagai tempat ketiga yang dalam proses pemegang sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) recycled wood yang ketiga di Indonesia, dan merupakan tempat yang kelima di dunia. Dua tempat yang lain berlokasi di Inggris dan Italia. Sedangkan kedua lokasi yang lain di Indonesia berada di Yogyakarta. Menurut mereka yang pernah mengurusi pembuatan sertifikasi perkayuan, urusan FSC termasuk hal yang susah mendapatkannya. Proses pembuatannya minta ampun susah nya bukan main. Disebutnya Stringent.
Sumber : Buku Seri UKM Pebisnis Bermartabat